Senin, 09 April 2012

Pajak Penghasilan Pasal 25 & Fiskal LN

Pajak Penghasilan Pasal 25 & Fiskal LN Undang Undang Pajak Penghasilan Pasal 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan Pembayaran Pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan : 1. Wajib Pajak membayar sendiri ( PPh pasal 25) 2. Melalui pemotongan /pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21,22,23,dan 24) Cara Menghitung Besarnya PPh pasal 25 Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: • Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 • Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24 – Setelah dilakukan pengurangan kemudian dibagi 12 (duabelas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak Hal-hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Dirjen Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan, apabila : • Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian • Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur • SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan • Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh • Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan • Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal25 èAngsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu èApabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD, dan WP Tertentu lainnya Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh MenKeu. • Sesuai dengan SeKep MenKeu No. 522/KMK/04/2000 dan diubah menjadi SeKep MenKeu no. 84/ KMK/03/2002 besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan untuk WP baru dihitung sebesar jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (duabelas) • Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial lease dengan hak opsi adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12 • Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial lease dengan hak opsi yang merupakan WP barumaka besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan , dibagi 12 • Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melali tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk kendaraan bermotor dan restoran. • Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN/D dengan nama dalam bentuk apapun kecuali Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan oleh Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 25 dan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (duabelas) • Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya • Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan, maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut Fiskal Luar Negeri Pengertian Yang dimaksud dengan Fiskal Luar Negeri adalah Pembayaran Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri Masa Berlaku Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perubahan tarif Fiskal Luar Negeri mulai berlaku pada tanggal 26 Januari 1998. Besarnya Fiskal Luar Negeri adalah sbb: * Rp. 1.000.000,- bagi setiap orang untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara * Rp. 500.000,- bari setiap orang untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan kapal laut * Rp 200.000,00 (lima puluh ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan melalui darat. Perlakuan Pembayaran Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak ke Luar Negeri sebagai Kredit Pajak • Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri , pembayaran Pajak Penghasilan yang dibayarkan karena bertolak ke Luar Negeri, merupakan pembayaran pajak penghasilan pasal 25 yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan • Apabila pembayaran pajak Penghasialn yang karena bertolak ke luar negeri tersebut ditanggung pemberi kerja, maka pembayaran tersebut merupakan pembayaran Pajak Penghasilan pasal 25 yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Pengasilan yang terutang dalam SPT PPh pemberi kerja. Orang Pribadi yang bertolak ke Luar Negeri yang Tidak Dikenakan Kewajiban membayar Pajak Penghasilan • Anggota Korp Diplomatik, Pegawai Negara Asing, Staff dari Badan-badan PBB, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik, dan staf dari Badan/Organisasi Internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah RI, dengan syarat: – Bukan WNI – Tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia selain jabatan resmi • Anggota keluarga dan pembantu rumah tangga yang bukan WNI dari mereka yang disebutkan diatas • Pejabat negara, Anggota TNI/POLRI dan Pegawai Negeri Sipil yang bertolak ke luar negeri dalam rangka dinas yang menggunakan paspor dinas dan dilengkapi dengan surat tugas perjalanan ke luar negeri untuk setiap kali keberangkatan • Anggota keluarga dari mereka yang disebutkan pada poin 3 dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri • Anggota TNI/POLRI dan Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tugas di bidang keamanan dan pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka kerja sama dengan negara yang berbatasan • Anggota misi kesenian, misi olah raga dan misi keagamaan yang mewakili Pemerinta RI ke Luar Negeri dengan persetujuan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Pendidikan Nasional atau Menteri Agama. Aggota misi kesenian, misi olah raga dan misi keagamaan yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak Penghasilan pada waktu bertolak ke luar negeri adalah: • Misi kesenian atau kebudayaan yang bertolak ke luar negeri tersebut telah mendapat persetujuan dari menteri Kebudayaan dan Pariwisata • Misi olah raga yang bertolak ke luar negeri tersebut telah mendapat persetujuan dari Mendiknas • Misi keagamaan yang bertolak ke luar negeri tersebut telah mendapat persetujuan dari Mendiknas • Para pekerja WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia dengan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi • Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah RI dengan menggunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas batas dengan negara RI • Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di P. Batam yang mempunyai KTP yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang di pulau tersebut, dengan syarat telah dipotong pajak Penghasilan oleh pemberi penghasilan atau telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan telah memenuhi kewajiban pajak Penghasilan pada KPP Batam • Orang asing yang berada di Indonesia dengan visa turis, visa transit, visa sosial budaya, visa kunjungan usaha dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia serta berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan • WNI yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki tanda pengenal resmi sebagai penduduk negeri tersebut dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia serta berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Pembebasan ini hanya diberikan untuk 4 kali dalam masa satu tahun takwim. • Tenaga kerja WNA pendatang yang bekerja di P. Batam, P. Bintan dan P. Karimun, dengan syarat mereka telah dipotong pajak penghasilan oleh pemberi kerja • Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang tidak bermaksud menetap di Indonesia serta berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dengan syarat telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pemberi penghasilan • Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari pimpinan Sekolah atau Perguruan Tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia • Tenaga kerja WNA pendatang yang bekerja di P. Batam, P. Bintan dan P. Karimun, dengan syarat mereka telah dipotong pajak penghasilan oleh pemberi kerja • Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang tidak bermaksud menetap di Indonesia serta berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dengan syarat telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pemberi penghasilan • Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan tugas sebagai anggota misi keagamaan dibawah koordinasi DEPAG dan misi kemanusian dibawah koordinasi DEPSOS • Orang asing yang karena sesuatu hal diperintahkan oleh Pemerinta Indonesia untuk meninggalkan wilayah Indonesia • Awak dari pesawat terbang dan kapal laut serta kendaraan umum angkutan darat yang beroperasi di jalur imternasional atau melakukan penerbangan, pelayaran, dan operasi berdasarkan perjanjian carter pengangkutan • Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk satu orang pendamping dengan persetujuan MENKES • Orang pribadi yang bertempat tinggal dalam wilayah Kerjasama Ekonomi Sub Regional ASEAN yang bertolak ke luar negeri dalam daerah kerja sama melalui pelabuhan atau tempat pemberangkatan luar negeri dalam daerah kerja sama kecuali Bali, yang ditetapkan oleh MENKEU • Anak-anak yang berangkat ke luar negeri dengan syarat umurnya tidak lebih dari 12 tahun • Orang pribadi WNA yang bekerja di Indonesia untuk kepentingan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yang ditetapkan oleh MENKEU • Orang pribadi yang berasal dari bekas propinsi Timor Timur yang berada di Indonesia dalam status pengungsi, yang telah memutuskan untuk menjadi warga Negara bekas propinsi Timor Timur dan akan kembali ke Timor Timur, berdasarkan rekomendasi PMI • Anggota misi dagang atau pameran yang mewakili Pemerintan Indonesia ke luar negeri dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

PPh PASAL 23

PPh PASAL 23 PPH pasal 23 mengatur tentang tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. PEMOTONG PPh 23 Pemotong PPh 23 adalah pihak-pihak yang membayar penghasilan yang terdiri atas: 1. Badan pemerintah 2. Subjek pajak badan dalam negeri 3. Penyelenggara kegiatan 4. BUT 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 6. Orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari DIRJEN pajak yaitu : a. Akuntan, arsitek, dokter, PPAT b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan OBJEK PEMOTONGAN PPh 23 1. Deviden 2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang 3. Royalti 4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotongan PPh 21 5. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi (yang jumlahnya melebihi Rp 240.000) Dasar pemotongan Objek 1-5 yaitu 15% dari jumlah penghasilan bruto 6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimanan dimaksud dalam pasal 21 7. Sewa dan penghasilan lain sehubungann dengan penggunaan harta Dasar pemotongan objek 6 dan 7 yaitu 15% dari perkiraan penghasilan netto PENGECUALIAN OBJEK PEMOTONGAN PPh 23 1. Penghasilan yang dibayar atau terhutang kepada bank 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negero, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana 5. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan Menkeu b. Sahamnya tidak diperdagangkan di BEJ 6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya 7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh Menkeu yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. PPh PASAL 26 PPh 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain BUT PEMOTONG PPh 26 Pemotong PPh 26 dilakukan oleh : 1. Badan pemerintah 2. Subjek pajak badan dalam negeri 3. Penyelenggara kegiatan 4. BUT 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya OBJEK PAJAK PPh 26 1. Deviden 2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang 3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan 5. Hadiah dan penghargaan 6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya Dasar pemotongan Objek 1-5 yaitu 20% dari jumlah penghasilan bruto PPh 26 = Penghasilan Bruto x 20% 7. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia 8. Premi asuransi termasuk premi reasuransi Dasar pemotongan Objek 7 dan 8 yaitu 20% dari perkiraan penghasilan netto PPh 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan penghasilan neto) x 20% 9. PKP sesudah dikurangi PPh suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia PPh 26 = (PKP – PPh terutang) x 20%